Selasa, 01 November 2011

Unvisible Friend (Part 1)

Diposting oleh Rahmi Susti di 9:10 AM

Lalu lalang kendaraan  begitu ramai siang ini. Melaju dengan kecepatan tinggi seolah menyiratkan kalau merekalah si empunya jalan. Sementara itu, seorang gadis dengan wajah pias tengah memandang lalu lalang kendaraan dari atas jembatan penyebrangan yang ditapakinya. Dari sorot matanya, jelas sekali gurat sedih dan putus asa yang teramat dalam dalam didrnya.
Sang gadis menghela nafas berat entah untuk yang keberapa kalinya. Rambut panjangnya melambai-lambai seolah ingin berlari mengikuti angin.
Sang gadis memejamkan mata beningnya. Kembali meyakinkan dalam hati kalau ia sudah mantap dengan keputusan ini. Masih dengan mata terpejam, sang gadis mencoba merasakan sepoi angin yang menerpa tubuhnya untuk yang terakhir kalinya. Seolah di instruksi oleh seseorang, sang gadis kemudian dengan mantap menaikkan satu kakinya pada pagar pembatas jembatan penyebrangan itu. Ia sudah yakin akan keputusan untuk bunuh diri ini.
“Mau bunuh diri?” sebuah suara mengagetkan sang gadis. Untung saja ia berpegangan erat pada tiang penyangga, kalau tidak, yah.. mungkin ia telah terkapar di bawah sana sekarang.
Sang gadis membuka mata, lalu melirik kesal ke arah sang cowok berseragam sekolah yang bersuara barusan. Tampangnya boleh dibilang tidak pantas dengan status sebagai pelajar yang disandangnya. Rambut yang acak-acakan, baju keluar, tidak ada name tag, lambang sekolah pun seadanya. Selain itu sebuah anting manik kecil berwarna hitam, tersemat di telinga kirinya.
Cowok itu kemudian berjalan mendekat ke arah sang gadis. Lalu ia menyandar di pagar pembatas dengan tangan terlipat di dada. Dua manik hitam pada matanya, tajam memandang lurus ke depan. Seolah tak ada batas baginya untuk melihat bentangan alam.
“Yakin lo mau bunuh diri?” Ia kembali bersuara. Sang gadis hanya mendelik memandang cowok sembrono di sampingnya ini. tak berniat mengeluarkan suara ataupun merespon ucapannya yang terkesan santai itu. ia tidak mau terpengaruh oleh cowok ini. Niatnya sudah jelas dan tekadnya sudah bulat.
Kemudian tanpa memperdulikan orang disampingnya, sang gadis kembali melanjutkan aksinya. Ia menaikkan sebelah lagi kakinya yang masih terpijak di lantai jembatan. Ia memejamkan mata mengenang semuakengan pahit hidupnya selama ini. pertengkaran orang tua, makian terhadap dirinya yang tak salah apa-apa, ejekan teman-temannya, dan semua hal yang membuatnya saat ini berdiri disini dan memlilih untuk mengakhiri hidup dengan jalan pintas yang benar-benar pintas.
“Lo kira bunuh diri bakal nyelesain masalah?” Cowok sok akrab itu kembali berujar. Yang lagi-lagi menghalangi niat sang gadis untuk melompat ke bawah. Dengan sebuah hand band bergambar tengkorak di pergelangan tangannya, ia mengullurkan tangannya untuk membawa sang gadis turun ke bawah.
“Turun! Kayaknya lo butuh pencerahan dari gue..” ujarnya serius.
Ajaib, entah hal apa yang mendorong sang gadis untuk menjabat uluran tangan tersebut. Namun yang jelas, cowok itu telah mengulur waktu kematiannya.
Mereka berdua berdiri berdampingan sambil memandang mobil yang lalu lalang dibawah.
“Lo mau terjun ke bawah? Wah.. nekat juga ya. Coba bayangin deh, kalau misalnya lo emang lompat ke bawah, trus sampe dibawah dilindes mobil, trus sekarat. Dan habis itu mati. Menurut gue itu bagus malah.” Tiba-tiba cowok itu berkomentar aneh yang membuat alis sang gadis bertaut keheranan.
“Tapi.. klo lo lompat, trus sampe bawah ga ada mobil yang bersedia ngelindes lo, trus lo sekarat, tapi masih hidup, ya paling patah tangan, kakai atau leher lah. Trus lo dibawa ke rumah sakit. Pengobatan ini, pengobatan itu. terapi ini, terapi itu. tapi akhirnya lo bakal cacat seumur hidup. Ga nyusahin orang namanya tuh.” Jelasnya panjang lebar.
Sang gadis dengan cepat memalingkan wajahnya ke arah cowok itu. “Jangan sok tau!” tiga kata yang akhirnya terurai dari mulutnya.
Cowok itu tertawa rengayh.” Ternyata lo bisa ngomong juga ternyata. Gue kira lo bisu atau tuli. Soalnya diam mulu dari tadi.” Katanya sedikit melencing dari topik pembicaraan.
Sang gadis sudah hanay menggeremerutukkan giginya menahan kesal. Berani-berani nya cowok sedeng ini mencerca-cercanya. Dia kira dia siapa??
“Sok deket banget lo. Emang lo siapa gue? Temen juga enggak.” Tutur sang gadis sinis.
“Gue emang bukan temen lo. Gue tau kok. Gue ini Cuma orang yang kebetulan lewat terus ga sengaja liat cewek cantik mau bunuh diri. Ya.. karena rasa peduli gue yang tinggi, maka gue samperin dan gue ngajak lo buat liat apa arti hidup itu sebenernya. Itu aja kok.” Ujar cowok itu tenang. Se tenang wajahnya yang terlihat agak pucat.
Sang gadis mencibir mengejek.
“Oya! Ngomong-ngomong kenapa sih lo mau bunuh diri...” ucapan cowok itu terputus. Ia sedikit memalingkan wajahnya ke arah name tag yang terpasang di seragam sang gadis.”Cherry.. itu kan nama lo?” sambungnya.
“Bukan urusan lo!” jawab Cherry ketus.
“Orang tua sering berantem, atau mereka cerai tapi ga bilang-bilang lo, hhmmm atau lo selalu tertindas ama mereka?” tanay cowok itu layaknya sudah makan asam garamnya sumua hal yang barusan diucapkannya.
DEG! Tiba-tiba jantung Cherry berdetak cepat. Kok cowok ini bisa tau? Cherry hanya bisa memasang wajah sedatar mungkin, agar permasalahannya ini tidak diketahui. Namun tampaknya Cherry memang kurang lihai dalam bremain ekspresi. Ia malah menampilkan wajah mengiyakan dari ujaran cowok itu tadi.
“Ga usah gitu tampangnya. Kalau iya, lo ga usah sok jaim gitu deh. Soalnya gue udah balik dari situ lagi.” Kata cowok itu menjurus kepada ucapan sebelumnya.
Cherry hanya bisa menunduk malu karena kedoknya terbuka.
“Santai aja lagi. Lo ga perlu masukin dalam hati kelakuan orangtua lo itu. ntar juga bosan sendiri.” Kata cowok itu. lalu ia tersenyum memandang Cherry, menimbulkan dua buah lesung pipi kecil di sudut bibirnya yang tipis.
Satu hal yang dirasakan Cherry. Nyaman. Ia nyaman berada di sisi cowok ini. Entah karena sama-sama korban dari anak yang broken home. Atau ada hal lain di hatinya yang diam-diam sedikit meluangkan tempat untuk cowok dihadapannya ini.
“Keluarga lo juga berantakan?” kali ini Cherry bertanya tanpa nada kesal di kalimatnya.
Cowok itu kembali tersenyum lalu mengagguk. “Orangtua gue cerai, dan gue ikut bokap.” Tuturnya tanpa sengaja.”Lah.. kok gue malah curcol sih.” Buru-buru ia menyadari kelancangan mulutnya.
Cherry cekikikan mendengar penyesalan coeok itu.
“Yah.. ketawa.” Sindir cowok itu.
“Yee... emang ga boleh gue ketawa. Itu kan hak gue”
“Lucu aja liat lo ketawa. Padahal tadi galak banget, kayak monster. Terus tiba-tiba berubah kayak ibu peri. Imposible aja gitu menurut gue.”
“Apaan sih lo. Gaje banget.” Cherry kembali tertawa.
“Lo kali yang gaje. Katanya mau bunuh diri, kok ga jadi.” Tutur cowok itu yang membuat Cherry teringat akan niat awalnya datang ke sini.
“Ooo jadi lo mau gue bunuh diri. OKE!” gertak Cherry. Ia kembali memanjat pagar pembatas.
Dengan wajah panik cowok itu berusaha mencegah Cherry. “Eh.. Cher.. gue.. gue becanda lagi. Turun lo” perintahnya tegas.
Karena tidak tega, Cherry pun akhirnya turun. Lagian ia juga ga minat lagi untuk bunuh diri.
“Cher.. satu hal yang musti lo ingat. Hidup itu berharga Cher.. lebih berharga dari apa pun di dunia ini. jangan sampai lo sia-siain hidup lo dengan jalan mati konyol kayak tadi. Yang ada lo malah nyesel se nyesel nyeselnya. Karena lo bari tau kalau ada jalan lain yang bisa lo tempuh buat nyelesaiin masalah itu. Percaya ama gue. Karena gue udah ngalamin itu sendiri. Yang pasti sekarang adalah lo fokus aja ke masa depan. Bayangin hal-hal indah yang akan lo capai di kemudian hari nanti. Itu bakal memacu semangat lo untuk hidup lagi. Oke Cher... lo jangan ngelakuin hal yang kekanak-kanakan kayak gini lagi deh.” Nasehat cowok itu.
Jujur, Cherry terhenyak mendengar perkataan cowok itu. Begitu tepat menusuk hatinya. Benar-benar memutarbalikkan niatnya untuk mati.
Namun sedikit ke anehan yang diperhatikan Cherry di wajah cowok itu adalah tampangnya yang begitu menyesal kal kata-demi kata yang dilontarkannya. Seolah ia benar-benar telah membuat sebuah kesalahan fatal dalam hidupnya.
Hening yang terjadi beberapa saat, namun Cherry memecahnya dengan derai tawa yang terkesan tiba-tiba.
“Loh kok tiba-tiba ketawa gitu sih.” Ujar cowok itu heran.
“Lucu aja, ternyata berandal kayak lo bisa ngomong sesuatu yang berguna juga ya! Hebat hebat!” puji Cherry.
Cowok itu hanya tersenyum kecil.
“Dan..... makasih ya udah nolong gue.” Sambung Cherry. Cowok itu mengagguk.
Tiba-tiba cowok itu melepas pegangan tangannya pada pagar pembatas yang dipegangnya dari tadi.”Gue cabut dulu ya..” pamitnya.
‘Mau kemana?” tanya Cherry tak ingin kehilangan.
Cowok itu hanya tersenyum lalu melenggang pergi.
Namun buru-buru Cherry menghentikannya. “NAMA LO SIAPA??” teriak Cherry.
Cowok itu berhenti dan berbalik menghadap Cherry.”Hmmmm..” ia bergumam pelan seolah menimbang menjawab. “RANGGA.” Ujarnya akhirnya.
***
“Mau bunuh diri lagi?” tiba-tiba cowok yang kemaren Cherry temui kembali berkata seenaknya. Mengagetkan Cherry yang tenngah memandangi mobil yang berjalan di bawah jembatan.
“Iya, emang kenapa? Ga boleh?” seru Cherry kesal.
“Ya.. silakan!” balas Rangga cuek.
“Enggak Ga, gue becanda” ringis Cherry menyesal.
“Ngapain ke sini lagi? Kangen gue ya?” canda Rangga yang terkesan menggoda.
“Iya!” jawab Cherry terlalu jujur. Tiba-tiba saja raut wajah Rangga langsung berubah kaget. “Ga boleh ya gue ngangenin lo?” tanya Cherry kemudian.
“Hah! Ga.. ga kok. Biasa aja kali, lo kangenin cowok cakep kaway gue ini. semua cewek juga bakal ngerasa hal yang sama kayak lo.” Kata Rangga kepedean. “Tapi jangan terlalu di kangenin ya Cher.. ntar lo sakit lagi.”
Cherry berpaling kaget. Apa dia udah punya cewek ya??” Kenapa?” tanya Cherry akhirnya.
Rangga hanya tersenyum. Lagi-algi senyman yang sama.”Ga kok!”
Aneh, pikir Cherry.
“O ya! Lo sekolah di mana sih?” tanay Cherry.
“Menurut lo?” Rangga malah balik bertanya.
“Lah kok nanya balik sih. Mana gue tau”
“Kira-kira gitu. Dari seragam yang gue pake.” Rangga menunjuk seragam dengan kemeja warna putih dan celana dongker garis kotak abu-abu.
“Hmmm.. SMA Bina Bangsa.” Terka Cherry.
Rangga mengagguk.”Pinter!” Cowok itu mengacak acak poni Cherry.
Cherry menyikut siku Rangga. “Aaaiissshhh.. lo kira gue kuper. Temen gue seabrek tau!”
“Tapi ga ada yang tulu temenan ama lo kan?” sambung Rangga tiba-tiba. Cherry terhenyak kaget. Kok lagi-lagi tau.
Cherry hanya meringis tertawa.
“O.. ya! Kapan-kapan gue boleh main ke sekolah lo ga?” tanya Cherry.
Kali ini giliran Rangga yang terhenyak kaget. “Heh!.. serius?” Cherry mengagguk.
“Tapi gue ga jamin lo bakal ketemu gue di sana.” Sambung Rangga kemudian. Cherry menautkan alisnya heran.
“Kok gitu? Emang lo kemana? Hah.. gue tau, kalau di liat dari tampang lo yang kayak berandalan ini, pasti lo sering bolos atau cabut kan. Makanya susah nemuin lo.”Terka Cherry. Rangga hanya tertawa.
“Gue duluan ya Cher..” pamit Rangga tiba-tiba.
“Eh.. kok buru-buru?”
“Ada urusan  lain. Gue kan orang pentin. Jadi emang selau sibuk. Bye..” Rangga pun beranjak pergi.
Cherry mencibir. “Dasar!” namun tiba-tiba Cherry menghentikan kepergian Rangga kembali untuk yang kedua kalinya.
“Tunggu bentar Ga! Boleh minta nomer hp lo?”
“Hah!” Rangga kembali kaget.
“Ya.. kalau gue lagi suntuk, gue bisa minta temenin elo. Emang kenapa sih? Kok kaget gitu elo nya? Ga punya hp ya?”
“Iya!” Jawab Rangga singkat. Cherry sempat kaget namun Rangga kembali melanjutkan ucapannya. “Becanda.. sini hp lo!” Cherry menyerahkan hp nya dan membiarkan Rangga mengetikan nomernya di sana.
“Thanks” seru Cherry begitu Rangga memberikan kemblai hpnya.
***
Semenjak bertukar nomer hp, Cherry lebih sering berkomunikasi dengan Rangga. Saat ia kesal karena orangtuanya kembai bertengkar, ia menelepon atau sms an dengan Rangga untuk menghilangkan stresnya. Ternyata di balik sikapnya yang sok itu, Rangga adalah seorang pemberi nasehat yang bagus.
Namun satu hal yang masih mengganjal di hati Cherry, Rangga terlihat menutup-nutupi latar belakang keluarganya. Saat Cherry mencoba menjurus ke masalah keluarga Rangga, ia selalu buru-buru mengalihkan topik pembicaraan. Tapi Cherry berusaha memaklumi, mungkin Rangga butuh waktu untuk bercerita.
Hari ini dengan semangat menggebut, Cherry telah berada di depan gerbang SMA Bina Bangsa. Sekolah Rangga. Sesuai janjinya tempo hari, ia ingin mengunjungi Rangga.
Begitu turun dari mobilnya, Cherry segera menghampiri gerbang. Disana ia mencar-cari sosok Rangga dari sekian banyak kerumunan siswa. Kebetulan bel pulang baru saja berbunyi, makanya gerbang penuh banget.
Karena lelah mencari, Cherry memutuskan untuk bertanya kepada salah seorang siswi yang berdiri disebelahnya. Tampaknya sedang menunggu seseorang.
“Permisi, lo kenal Rangga?” Tanya Cherry sopan.
Cewek itu menoleh kaget “ Iya, gue kenal. Tapi disini ada 2 orang yang namanya Rangga. Rangga yang kelas 11 atau 12?” tanyanya ramah.
“Gue ga tau. Tapi ciri-cirinya dia itu tinggi, putih, rambutnya rada acak-acakan gitu. Dia pake hand band gambar tengkorak. Terus dia pake tindik di telinga kirinya. Kenal ga?” tanya Cherry kembali.
Cewek itu seketika menegang. Dari wajahnya terlihat sekali kalau ia benar-benar shok. “Ke.. kenal.. tapi...”
“Dia kelas berapa?” potong Cherry langsung karena saking bersemangatnya.
“Se.. sebelas. “ katanya agak gugup. Entah apa yang membuat gadis itu Shok sekali. Namun yang jelas Cherry sudah tahu kelas Rangga.
“Thaks ya..” ujar Cherr, lalu kembali sibuk dengan aksi mencarinya.
“Sama-sama.” Balas cewek itu pelan. Lalu setelah Cherry menjauh, sang cewek mengerutkan kening heran. Ngapain dia nyari Rangga, bukannya cowok itu.... ga. Ga mungkin, dia salah nyebutin ciri-ciri orang kali. Pikir cewek itu dalam hati.
Langit yang sedari tadi mendung mulai menurunkan titik-titik air. Tiba-tiba hujan turun dengan deras. Cherry yang masih semangat mencari, terpaksa mengungsi ke mobilnya yang berada di seberang jalan. Namun dari dalam mobilnya, ia masih bisa melihat kerumunan siswa yang berlari keluar menghindari hujan.
Cherry menyipitkan matanya. Meyakinkan kalau yang dilihatnya barusan adalah Rangga. Ya! Itu Rangga. Namun Rangga terlihat lebih rapi dan tidak awut-awutan seperti biasanya. Dengan cepat Cherry menurunkan kaca mobil. Kamudian berteriak memanggil nama Rangga mengalahkan suara hujan.
“RANGGAAAA” Pekik Cherry sekeras yang dia bisa. Namun tak terlihat sedikit pun pergerakan dari Rangga. Ia nampak sibuk bercengkrama dengan teman-temannya di bawah hujan.
“RANGGAAAA” Cherry kembali berteriak. Kali ini ia berniat keluar mobil untuk menyusul. Namun tidak jadi lantaran orang yang ingin di tujunya telah menghilang di ujung jalan. Gadis itu mengeluh kesal. Kenapa Rangga tidak mendengar teriakannya? Terus kenapa pula dengan reaksi cewek yang ditanyainya tadi?
***
“Kemaren gue ke sekolah lo loh Ga.” Lapor Cherry. Siang itu mereka kembali bertemu di jembatan penyebrangan.
“O ya!” respon Rangga singkat.
Cherrry mengagguk. “Padahal gue udah manggil-manggil elo. Tapi elo nyaga denger. Emang sih waktu itu hujan. Tapi masa iya sih elo ga denger teriakan gue yang kenceng banget itu. ibu-ibu tukang jualan batagor yang didepan sekolah aja denger.” Cerocosnya tanpa henti.
“Iya kali, gue ga denger, lagian ujan kan.” Jawab Rangga sekenanya.
“Tapi Ga.. gue berasa aneh deh sama lo!” ungkap Cherry tiba-tiba. Yang membuat ekspresi Rangga berubah seketika. “Waktu gue nanya sama salah satu anak sekolah lo tentang elo, dia rada-rada kaget gimana gitu. Terus waktu gue sms atau nelpon lo sering banget nomer lo ga aktif. Malah kadang-kadang gue ga nemu kantak lo di hp gue. Terus pas gue cek lagi, eh.. tiba-tiba muncul. Aneh kan” aku Cherry jujur. Sebenarnya ia hanya ingin menerima kejelasan dari Rangga. Karena keanehan itu selalu saja mengganggunya. “ Selain itu, setiap kali gue singgung masalah keluarga lo, kayaknya lo selalu ngindar gitu. Kenapa sih? Emang ga boleh gue tau lebih jauh tentang lo. Ada apa sebenarnya Ga?”
Rangga nampak shok dengan semua pengakuan Cherry. Ternyata selama ini gadis itu menyadarinya. Namun Rangga mencoba untuk setenang mungkin.
“Duduk di sini deh!” cowok itu menepuk-nepuk lantaijembatan penyebrangan yang saat ini lengang.
Cherry menurut saja. Ia duduk bersandar pada pagar pembatas, meniru apa yang dilakukan Rangga.
Kemudian Rangga membuka hand band tengkorak yang selama ini membungkus pergelangan tangannya. Dibalik pergelangan tangan itu, tampak seberkas luka panjang melintang di bagian nadinya.
“Gue pernah coba bunuh diri. Lo liat sendiri kan, gue nekad motong nadi gue supaya gue mati. Gue muak sama hidup monoton yang selalu gue jalani tiap hari. Sepi, hampa, pokoknya hambar banget. Bonyok gue berantem tiap hari. Dan ujung-ujungnya cerai, gue dipaksa ikut bokap. Asalkan lo tau, gue sama bokap ga pernah punya catatan baik sekali pun. Kita selalu bertengkar karena kita sama-sama keras kepala. Dan lo tau gara-gara apa?”
Cherry menggeleng. Ia hanyut dalam cerita Rangga.
“Cuma gara-gara gue ketemu nyokap. Gue ga ngerti apa alasan bokap gue ngelarang gue komunikasi sama nyokap. Dia ga mau dan ga akan ngasih tau gue. Tu orang ga mikir apa, kalau ikatan ibu ama anak itu ga bisa terpisahkan.” Jelas Rangga jengkel akan kelakuan Papanya yang otoriter.
“Di sekolah pun teman-teman gue, satu-satunya orang yang bisa gue jadiin tempat ngadu, ternyata ga sebaik yang gue kira. Dihadapan gue mereka bertindak manis, tapi di belakang gue, mereka busuk, pengkhianat. Mereka temenan sama gue Cuma mau manfaatin kekayaan gue. Mereka morotin gue. Sampai akhirnya gue benar-benar ngerasa sendirian dan putus asa. Dan gue mulai berpikiran untuk mengakhiri hidup. Tapi Tuhan berkehendak lain, gue dikasih kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya. Tapi sayang... gue ga manfaatin kesempatan terakhir itu dengan maksimal.” Tuntasnya. Cherry bisa melihat senyum Rangga yang dipaksakan.
“Gue..gue salut sama lo. Ternyata masalah gue ga ada apa-apanya sama masalah lo.” Kata Cherry.
“Thanks Cher..”
Tiba-tiba Cherry memegang pergelangan tangan Rangga. Lalu ia menjatuhkan kepalanya di ahu kokoh Rangga.”Ga.. gue tau gue kesannya terburu-buru gini. Gue nyadar kita baru kenal beberapa hari ini. tapi gue ngerasa, nyaman banget deket lo!”
Rangga hanya tersenyum sambil memandang Cherry.
“Heeemmm.. Ga! Gue.. gue suka ama lo. Dari awal kita ketemu, gue udah ngerasa ada sesuatu yang lain dalam diri lo. Entah kenapa, perasaan gue tiap ketemu lo itu seneng banget. Kaya ada suatu beban yang lepas dari pundak gue tiap ketemu lo.” Tutur Cherry lancar.
Rangga sempat kget akan pengakuan Cherry di awal. Harusnya tidak begini, ia bertemu Cherry bukan untuk membuat gadis ini jatuh cinta kepadanya. Ini adalah sebuah kesalahan besar yang telah dibuatnya.
Tapi... Rangga juga tidak bisa memungkiri hatinya kalau ia juga ada sebuah rasa yang berbeda untuk Cherry. Ia merasa Cherry adalah seorang yang spesial, tidak seperti gadis kebanyakan yang ditemuinya. Yang hanya memanfaatkan kekayaannya untuk status sebagai pacar. Cherry berbeda.
Rangga masih diam dalam kekalutan pikirannya, sementara Cherry kembali membuka suara.” Hehehe.. lucu ya gue, sebagai seorang cewek ngungkapin perasaannya duluan ke cowok. Tapi buat gue sama aja kok. Mau cowok atau cewek yang duluan ngungkapin perasaaan, itu adalah suatu hal yang normal. Dan... Ga, perasaan lo ke gue gimana?” tanya Cherry antusias.
“Harus jawab sekarang ya??” Rangga akhirnya mengeluarkan suara.
“Ga juga sih. Gue kasih lo kesempatan mikir dulu. Gue ga mau mendesak lo.” Jawab Cherry.
“Kalau gitu ntar aja gue jawabnya. Gue masih pengen nikmatin sore hari ini ama lo.” Pinta Rangga.
“Hehehe.. siap bos!” Cherry tersenyum puas. Lalu ia memejamkan mata sambil bersandar dibahu rangga. Menikmati setiap aliran-aliran perasaaan yang membucah di hatinya.
***
                Sentuhan pelan di pundaknya membuat Cherry tersentak kaget.  Ia mengerjab-ngerjabkan matanya berusaha menetralkan penglihatan. Hah! udah malam. Huuaaa parah, Cherry ketiduran.
“Duh Rangga... sory gue.. keti..” ucapan Cherry tiba-tiba terputus.
Loh? Rangga mana? Bukannya tadi sore ia masih duduk bersama Rangga.
“Neng! Lebih baik tidur di rumah. Ngapain sendirian di sini, bahaya loh neng” ujar seseorang yang membangunkan Cherry tadi.
“Sendiri? Sa.. saya tadi sama temen saya, bang!” ujar Cherry membela diri.
Orang itu mendelik heran.”Sama temen? Tiap hari abang liat eneng sendirian aja di atas sini. Ga ada siap-siapa yang nemenin eneng deh.” Kata orang itu yang sukses membuat Cherry keheranan.
“Ada kok, bang. Dia cowok. Tiap hari dia yang nemenin saya di sini. Malahan baru tadi seore saya ketemu dia. Abang salah liat kali.”
Orang itu menggeleng. “Enggak, abang yakin ga salah liat neng. Si eneng tiap hari kesini dan selalu sendirian. Saya selalu merhatiin eneng. Soalnya saya agak curiga sama gelagat eneng yang kayaknya mau bunuh diri beberapa hari yang lalu.” Tuturnya jelas.
“Abang merhatiin saya?”
“Iya! Saya merhatiin eneng dari warung saya di bawah sana.” Orang itu menunjuk kebawah sebuah warung mie ayam pinggir jalan dari atas jembatan. “Dan tiap hari eneng Cuma sendiri di atas sana.” Tegasnya lagi.
“Ga.. ga mungkin deh. Jelas-jelas saya disini sama teman saya.” Bela Cherry kukuh.
“Saya liat ga ada siapa-siapa.”
“Kalau abang ga percaya, saya telpon dia nih. Saya punya nomer telonnya.” Cherry mengeluarkan hpnya dan mencari-cari kontak Rangga untuk membuktikan bahwa Rangga itu benar-benar ada. Namun setelah mengutak-atik hpnya, kedua alis Cherry menyatu. Ia heran, kenapa kontak Rangga tiba-tiba menghilang dari phonebooknya. Padahal ia yakin 100% kalau ia tidak pernah menghapusnya.
Karena melihat gelagat Cherry yang kebingungan, orang itu pun mengakhiri percakapannya. “Ya sudah neng, ga usah dipikirin. Lebih baik eneng pulang kerumahnya. Istirahat. Dari pada tidur di sini, bahaya neng.”
***
Lenyap! Seolah menghilang tanpa jejak. Semua lenyap seketika. Tanpa tanda-tanda tanpa kata. Seolah tak pernah ada di hari sebelumnya. Keberadaan Rangga tiba-tiba saja tak terlacak oleh radar super canggih sekalipun. Cowok miosterius itu tiba-tiba saja menghilang pada hari terakhir Cherry bertemu dengannya. Bahkan kalau dihitung sudah 3 hari dengan hari ini. Nomernya tiba-tiba saja menghilang, kalau pun ditemui di jembatan, tak pernah tampak batang hidungnya. Kemana pula cowok bengal satu itu?
Hari ini, Cherry kembali berdiri di jembatan tempat ia dan Rangga biasa ketemu. Berniat untuk menunggu untuk kesekian kalinya, pemuda pencuri hatinya itu. Cherry benar-benar kesal! Kemana sih Rangga? Kenapa ia tega begitu saja pergi tanpa pamit sama Cherry? Apa sih salah Cherry? Ia kan masih ingin bertemu dengan Rangga. Dan ia juga masih ingin mendengar jawaban Rangga tentang ungkapan hatinya kepada cowok itu.
Cherry menghela nafas berat. Cukup untuk hari ini. Rangga tidak muncul. Gadis itu berjalan menuruni tangga dengan lemas. Hari sudah beranjak gelap. Dan lagi-lagi penantiannya berujung nihil.
“Mau pulang neng?” Abang tukang jualan mie ayam yang pernah membangunkannya tempo hari bertanya.
Cherry tersenyum.”Iya Bang!”
“Eneng masih nungguin temennya ya?”
Cherry mengagguk mengiyakan.
“Maaf ya neng, abang mah cuma mau bilangin kalau selama ini eneng Cuma sendirian di atas sana. Bukannya abang ngelarang engn tiap hari ke sini, tapi abang mah Cuma mau bilang yang sebenernya neng.” Ujarnya sopan.
“Makasih sarannya bang! Tapi saya bakal nunggu temen saya itu sampai dia nemuin saya di sana.” Belas Cherry kukuh.
“Ya sudah neng, kalau memang itu maunya eneng, abang juga ga bisa maksa.”
Cherry hanya tersenyum miris. Lalu ia berjalan menuju mobilnya yang ia parkir di sebelah warung Bang Joko itu.
***
                Begitu sampai dirumahnya, Cherry langsung menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Terlalu lelah hari ini akan penungguan panjangnya. Begitu kepalanya menyentuh bantal, gadis itu langsung terbuai alam tidurnya.
                Suara ketukan pelan di jendela kamarnya, membangunkan Cherry. Dengan uring-uringan ia bangkit untuk mengecek siapa yang mengganggunya malam-malam seperti ini. Dan begitu ia menyibak gordennya, Cherry kaget bukan main.
                “RANGGAAAA!!” Pekiknya kegirangan. Lalu membuka jendela. “Kemana aja sih lo, gue kangen.” Ujarnya manja.

Yaa... cerpen kedua gue..
Oya... cerpen ini ada 2 part, sengaja dibikin soalnya panjang banget kalau di gabung jadi satu.
Nah... part 2 nya di tunggu ya..
Makasih udah baca. At last, jangan lupa comment ya..
Hehehe

0 komentar:

Posting Komentar

 

Lolity Caramel Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea